"Gilang, kak... Mulai detik ini dia udah pergi dari hidupku!" jawabku sambil masih mengatur emosiku.
"Gilang? Gilang siapa?" tanya kak Intan lagi. Aku menatap kedua matanya yang hitam pekat, merasa heran kenapa kak Intan gak tau siapa itu Gilang. Ah... sepertinya dia sudah lupa.
"Itu lho kak... Sahabat aku yang dulu! Yang dulu pernah ngilang selama 7 tahun!" ujarku kemudian. Kak Intan tampak berpikir sesaat, wajahnya terlihat sangat khawatir. Mungkin dia sudah ingat siapa itu Gilang yang aku maksud.
"Ooh... Gilang yang itu? Dari kapan kamu ketemu dia lagi?" tanya kak Intan.
"Delapan bulan yang lalu, kak..." aku menjawab pertanyaan kak Intan sambil menunduk.
"Kamu kenapa gak cerita sama kakak kalau kamu ketemu dia lagi?" kak Intan menanyaiku lagi. Dengan ragu, aku mencoba untuk menatap kak Intan.
"Karena... pasti kakak gak suka kan? Kak Intan pasti marah kalau aku deket-deket sama Gilang lagi. Iya kan kak?" balasku dengan suara yang pelan. Kak Intan hanya tersenyum khawatir. Aku tahu... Dari kecil, kak Intan pasti gak suka kalau aku berteman dengan Gilang.
"Tiar, gini lho... Kamu udah besar. Harusnya kamu... kamu gak kayak gini lagi, sayang." ucapnya sambil memegang wajahku dengan kedua tangannya. Nah kan... aku tau kalau kak Intan bakalan ngomong seperti ini. Aku tau dia gak suka kalau aku dekat-dekat dengan Gilang. Tapi... Kak Intan benar. Harusnya dari dulu aku gak usah dekat-dekat dengan Gilang.
"Udahlah kak, semua itu udah berlalu kok. Sekarang Gilang gak akan gangguin hidup aku lagi. Nah, sekarang aku pamit dulu ya kak. Mau kerumahnya Kirana dulu..." ujarku sambil berdiri dari atas kasurku. Kak Intan hanya menatapku sampai aku keluar dari pintu kamar, sepertinya dia benar-benar khawatir. Hah.. kak Intan memang selalu berlebihan.
"Oalah mas Tiar, iki akeh tenan kembang'e" tegur Mbok sambil melihat bunga yang aku bawa.
"Hahaha, iya nih Mbok. Cantik kan bunganya?" sapa ku balik sambil tertawa kecil. "Oh ya mbok, Kirana nya ada di dalem?" tanyaku kemudian.
"Lho, ya anu... anu... saya panggilin dulu ya mas..." jawab Mbok dengan sedikit gelisah. Aku pun langsung melarangnya, dan menawarkan diri untuk masuk memberi surprise ke Kirana.
"Jangan mas, udah saya panggilin aja ya!" nggak. Ini bukan perasaanku aja, tapi keliataannya Mbok emang bener-bener lagi bingung. Sepertinya ada sesuatu yang sedang diumpetin sama Mbok. "Anu mas... di dalem lagi ada tamu. Jadi saya aja yang..."
Tanpa diberi izin, aku langsung menerobos untuk masuk ke rumahnya Kirana.
"Iya sayang... Yang penting kan aku udah gak sama dia lagi..."
"Haha, I told you before, Kirana. Ada yang gak beres sama dia. Kamu tuh gak pantes diperlakukan seperti itu..."
"Aww Denis, I love you..."
Ternyata dugaan aku benar. Ini persis seperti yang ada di dalam mimpi aku. Aku hanya bisa terdiam melihat Denis, dan juga Kirana... yang sedang bermesraan tepat di hadapanku. Hingga akhirnya Kirana sadar akan keberadaanku, ia segera berdiri dari sofa, dan menghampiriku.
"Gak nyangka aku... Semoga kamu bahagia ya, Kirana." aku menaruh bunga yang aku bawa tadi di atas meja ruang tamu Kirana. Dan aku segera keluar rumah Kirana, gak peduli Kirana terus menerus memanggil namaku.
"Tiar...! Tiar!! Wait for me! Biar aku jelaskan!" Kirana memegang lenganku untuk memberhentikan langkahku. Dan akupun berbalik. Menatap matanya dengan penuh emosi.
"How could you do that, Kirana? I thought that you really love me, but I was wrong...! Gak ada yang mesti kamu jelasin lagi, ini semua persis seperti yang di mimpi aku."
"I did really love you, Tiar... so much. Tapi sikap kamu tuh terlalu aneh! Aku gak ngerti harus gimana... It's like... kamu punya dunia kamu sendiri..." jawab Kirana sambil menangis.
Sayangnya, aku sudah tak peduli lagi. Mau dia nangis, atau apa... Akupun langsung menepis tangan Kirana dan berlari menuju parkiran mobilku.
Ternyata Gilang benar....
Harusnya aku mengikuti apa kata sahabatku. Aku memang bodoh.
Tanpa sadar, Mobilku melaju ke depan dengan kecepatan tinggi, sangat tinggi, terlalu tinggi, sehingga awan hitam yang bergulung-gulung di hadapanku tampak menyergap dan menelanku dengan begitu cepat, begitu beda dengan awan gemawan senja di kaca spion yang semarak keemas emasan. Aku melaju di jalan tol dengan kecepatan tinggi bagaikan menuju ke sebuah dunia yang dengan pasti merupakan kegelapan. Segalanya memesona di kaca spion dan segalanya tergandakan di kaca spion, tetapi aku sedang meninggalkannya dengan kecepatan yang tidak tertampung oleh speedometer. Dalam keadaan seperti ini... aku merasa semua kegelisahanku lepas.
Gilang, where are you? I really need you now. Kamu benar, Gilang. Aku yang selalu ngebutuhin kamu. Kamu yang selalu tau kebaikan aku. Cuman kamu yang bisa ngertiin aku. Gilang, please... come back to me.
To Be Continued...
Wahhh akhirnya update jugaaa :D tapiii mana nihh kok malah dicut pas Tiar nyari gilang.. Udah Tiar sama Gilang aja.. Update nya jangan lama2 yaaa