Z to H: New Member
---
~ Julian POV ~
Alkisah disalah satu SMA yang terletak di kota Bogor, terdapat
perlakuan yang berbeda antara anak jurusan IPA dan IPS. Mereka terlalu
meng-anak-emaskan murid-murid yang masuk di jurusan IPA dibanding anak
IPS. Kenapa aku bisa mengambil statement begitu? Tentu aku bisa
menjelaskannya. Pertama, di SMA itu terdapat 6 kelas IPA, sedangkan IPS
hanya memiliki satu kelas. Kedua, anak-anak IPS cenderung dikatakan
sebagai anak buangan dari IPA, sedangkan anak IPA selalu dipuji-puji.
Ketiga, jika anak IPS melakukan kesalahan, pasti langsung diingat-ingat
oleh guru. Sedangkan anak IPA selalu dimaafkan oleh guru-guru. Sangat
tidak adil bukan? Padahal kalau menurutku, bukankah IPA dan IPS sama
saja derajatnya?
Oke, perlakuan diskriminasi itu memang tidak baik. Aku mencoba untuk
meluruskan pikiran mereka agar bisa memandang positive siswa-siswi
jurusan IPS, namun...
"Kalau bapak memang mau membela mereka, maka sebaiknya anda menjadi wali murid mereka saja?"
"Benar sekali! Apalagi di kelas XII IPS 1 kan belum ada wali kelasnya, sebaiknya bapak aja yang menjadi wali kelasnya!"
"Selama puluhan tahun saya mengajar, saya belum pernah melihat guru
yang memandang positive siswa-siswa jurusan IPS disekolah ini."
"Aih, aih...."
Aku? Jadi wali kelas anak IPS!? Tunggu, aku ini baru saja menjabat jadi seorang guru... Kenapa tiba-tiba jadi wali kelas!?
"Baiklah, karena banyaknya permintaan... Saudara Juliano Rizard, anda telah resmi menjadi wali kelas di XII IPS 1. Selamat!"
Bisa-bisanya si kepsek yang mirip Mario Bross itu mengucapkan selamat
untukku!? Ini bukan kabar yang menggembirakan, THIS IS DISASTER! Ya
tuhan, apa salahku sehingga harus memikul tanggung jawab yang berat ini?
Kalau aku bisa nangis darah, pasti aku udah meninggal sekarang...
Coba bayangkan, mana ada sekolah yang seenak jidat milih wali kelas?
Apalagi yang dipilih itu adalah seorang pemuda berumur 18 tahun yang
baru saja menjabat sebagai guru Bahasa Indonesia plus masih menjabat
sebagai guru honor bukan tetap... Ada gak yang seperti itu? Nggak kan?
Memang sekolahan ini sekolahan yang paling stress yang baru kutemui
seumur hidup!
Akupun disuruh ke kelas XII IPS 1 untuk memperkenalkan diri dan
berkenalan dengan mereka. Kebetulan, hari ini adalah hari pertama mereka
masuk sekolah lagi, jadinya aku gak perlu repot-repot mengajar dihari
pertama.
Dari depan pintu XII IPS 1 ini, bisa terdengar suara-suara orang yang
lagi teriak-teriak, buset... Ini pasar atau ragunan ya? Hah, mau
bagaimanapun juga, aku mesti masuk ke kelas yang aku puji-puji di depan
guru tadi.
CKREK!
Kubuka pintu itu seakan-akan aku memasuki pintu neraka... Ok, itu
lebay! Baru satu langkah aku menginjakkan kaki di kelas XII IPS 1,
rasanya... Rasanya tuh kayak... Kayak kita mau masuk ke kelas yang
belum pernah kita kunjungin sebelumnya. Garing banget gue. Oke, kembali fokus. Baru satu
langkah aja memasuki ruangan kelas ini, semua mata tertuju padaku.
Mending kalau tatapannya ramah, lah ini? Ada yang natap aku tajam, ada
juga yang natap aku dengan tatapan yang boring.
Ok, ok... Tenang... Stay cool... Stay cool... Stay cool... Tarik nafas, keluarkan... Tarik nafas, keluar...
"Siapa sih?"
"Tau? Guru baru kali?"
"Hah? Guru bau!?"
"Hahahaha!"
Ampun deh, baru gue masuk aja udah dihina-hina gini! Mestinya gue gak
usah sok tau jadi guru baru disini... Dikira anak IPS nya tuh
baik-baik, nasib banget dah jadi orang sok tau.
"Siap! Beri salam!" kali ini ada suara seorang lelaki yang sangat lantang, bisa kutebak kalau dia ketua kelas di kelas ini.
"Selamat pagi, pak!" ucap mereka semua dengan serentak. Erm, walaupun ada dari mereka yang masih tetap diam.
"Selamat pagi, anak-anak. Aku...er, maksud saya, nama saya Juliano
Rizard. Guru Bahasa Indonesia kalian yang baru, sekaligus saya juga akan
menjadi wali kelas kalian selama satu tahun ini."
"............"
Hening. Tak ada satu katapun yang keluar dari mulut mereka. Bahkan
mereka semua menatapku dengan tatapan yang boring nan garing. Mama, bawa
aku pulang sekarang juga! Sedih banget sih nasib aku yang jadi guru
kayak gini... Sumpah, dicuekin itu bener-bener gak enak rasanya.
Sekarang aku baru bisa ngerasain perasaan guru-guruku dulu yang selalu
dicuekin oleh murid-muridnya... MAAFKAN AKU GURU!!
Oke, back to the real world. Walaupun rencana pertama gagal, biar
kupakai rencana keduaku. Supaya mereka lebih bisa mengenaliku lebih
dekat. Aku menuliskan nama lengkapku di white board. Kujelaskan tentang
latar belakangku sedikit, alasan kenapa aku bisa menjadi guru, dan
sebagainya. Tetap saja mereka masih diam! Ampuuuun, apa salah gue!?
"Yak, itulah sedikit perkenalan dari saya. Uhmm, karena saya belum
mengenal kalian semua, jadi tolong ya perkenalkan diri kalian
masing-masing? Dimulai dari yang paling pojok sebelah kiri!" mendengar
seruanku tersebut. Seorang laki-laki berkulit putih itu langsung berdiri
dan memperkenalkan dirinya.
"Nama saya Rangga, pak!" ucap lelaki yang berpakaian paling rapih itu.
"Nama panjang kamu?" tanyaku.
"Rangga doang, pak!"
"Oke, kalau gitu bapak panggil kamu doang, ya?"
"Bukan pak! Maksudnya, nama saya Rangga aja!"
"Ooh, jadi manggilnya aja ya?"
"Bapak, nama saya cuman pake Rangga. Cuman Rangga. Cuman satu kata.
Nggak pake doang, dan aja! Cuman Rangga!" aku menahan tawa mendengar
jawaban anak itu. Hahaha, lumayan hari pertama dapet korban.
"Oh, jadi cuman Rangga aja ya? Yaudah deh, saya manggil kamu..."
"Ya, pak?"
"Hmm, khusus kamu. Saya bakal memanggil kamu yang beda dari yang lainnya..."
"Oke, apa itu pak?"
"SERANGGA! Satu Rangga, dan hanya Rangga seorang. Gimana? Bagus kan?"
"........"
Bisa kuterka kata-kata yang ia pendam sekarang. Pasti di dalem
hatinya dia lagi bilang: Kalau lu bukan guru gua, udah gue bunuh
hidup-hidup lu!
Oke, lanjut. Setelah Rangga, disebelahnya ada seorang lelaki yang
lagi asik mainin semut dimejanya. Setelah kutegur untuk berdiri, ia pun
segera berdiri.
"Kamu! Bapak bilang kan beridiri sekarang," ucapku yang sok galak.
"I-ini udah berdiri pak..." jawabnya dengan nada yang bergetar. Hiks,
padahal mau bermaksud bercanda. Tapi malah jadi ngebuat orang nangis,
gak tega ah. Habisnya tubuhnya mungil banget sih, imut imut gimana
gitu... Hahaha.
Setelah memperkenalkan dirinya yang bernama Giovani Surya,
disebelahnya terdapat si ketua kelas, namanya Adam Ferdiansyah. Lalu
ada si wakil ketua kelas, yaitu Aria Zhaera. Dan ada si tukang tidur
yang bernama Adi Yudha Perdana. Disusul oleh Rico Fachriza, Callista
Febrianti, Destiana Denestasia, Valeria Valerie, dan tidak lupa... Si
empat cowok paling ghokil yaitu Andreas Lesmana, Yoga Javas Nicola,
Yogi Janice Nicola, dan Zega Agustian.
Ternyata setelah berkenalan, mereka tidak suram-suram banget. Malahan
seru! Tapi, apa aku bisa mendidik mereka dengan benar? Umur kami hanya
berbeda satu dua tahun saja... Yakin gak yakin, aku harus mencobanya
kan? Bersyukur banget kalau dikelas XII IPS 1 ini hanya terdapat 13
orang. 10 laki-laki, dan 3 orang perempuan. Jadinya semakin ringan
bebanku jika murid didikku semakin sedikit.
¤¤¤¤¤
Z to H: Introduction
¤¤¤¤¤
Gak kerasa udah hampir dua minggu aku ngajar di kelas XII IPS 1.
Akupun mulai memperhatikan sikap dan predikat mereka masing-masing. Ada
si Adam yang tegas, pantas kalau dia menjadi ketua kelas. Ada Aria si
lelaki berwajah manis, namun dalemnya sadis. Lalu ada Giovani, si cowok
mungil yang cinta banget sama keindahan alam dunia. Ada juga si kembar
Yoga, dan Yogi... Kakaknya yang bernama Yoga, dia lebih tegas dan
berani dibandingkan dengan Yogi. Namun tetap saja mereka saling
melengkapi satu sama lain. Ada juga si Rangga, mungkin dia yang paling
normal diantara lainnya... Soalnya dia paling pintar dan ngomongnya gak
ngaco.terus ada Rico, si cowok yang bawaannya cool ini, bisa berubah
menjadi rempong ketika ia sedang mengobrol bersama dengan teman
ceweknya. Tak lupa dengan si tukang tidur yang bernama Adi, gak
dimanapun... Mau itu di kelas, di pohon, atap sekolah, pasti dia tidur
terus deh. Lalu ada model nyasar di kelas XII IPS 1, ia bernama Andreas
Lesmana. Ada juga sastrawan nyasar, namanya Zega Agustian.
Oh ya! Tak lupa dengan ketiga cewek penguni XII IPS 1, yang pertama
adalah... Callista Febrianti, seorang cewek yang terkenal dengan otak
lolanya. Lalu ada Destiana Denestasia, kalo ini terkenal dengan suaranya
yang cempreng dan orangnya yang lebay banget! Terus ada juga yang
paling tergalau dan termisterius, sebut saja dia Valeria Valerie.
Karakter dan wajah mereka yang unik, mampu memudahkanku untuk mengingat dan menghapal nama-nama mereka.
Oh ya, selain murid-murid didikku, aku juga ingin memperkenalkan
guru-guru yang paling menarik bagiku. Pertama, ada seorang guru kesenian
yang bernama Fahmi Robhani. Dia dikenal sebagai guru 'Aih, Aih'.
Kenapa? Karena pak Fahmi ini sering banget ngucapin kata 'Aih, aih'.
Contoh:
"Pak, hari ini cerah banget ya?"
"Aih, aih..."
"Pak, saya pulang duluan ya pak..."
"Aih, aih..."
Dalem hati, ini guru kehabisan kata-kata atau apa ya? Jangan bilang
kalau pas ngajar dia pake bahasa 'Aih, aih' nya itu? Hah... Ada-ada
saja.
Lalu ada lagi, kita sebut dia sebagai guru 'Puluhan Tahun'. Mau tau
kenapa? Mari kita simak... Sebenarnya gak usah disimak gak apa-apa sih,
gak penting ini, haha.
Jadinya, itu guru ceritanya udah ngajar selama puluhan tahun... Katanya sih, soalnya dia sering ngomong;
"Selama saya mengajar puluhan tahun, baru kali ini saya ngeliat ada murid yang dapet nilai jeblok!"
"Selama puluhan tahun saya mengajar, belum pernah saya menang undian kayak gini!"
Nah lho, apa hubungannya ya menang undian sama mengajar? Hah...
Benar-benar guru yang aneh, haha. Oh ya, ada kejadian lucu juga nih! Si
guru puluhan tahun ini pernah ngobrol sama si guru aih aih;
"Selama puluhan tahun saya ngajar, saya baru ketemu sama murid sebandel dia!"
"Aih, aih..."
"Saya bingung, selama puluhan tahun saya mengajar. Masih ada aja guru yang gaji buta!"
"Aih, aih..."
"Pak, yang lebih bingung lagi... Selama puluhan tahun saya mengenal
bapak. Belum pernah saya mendengar kata lain selain aih aih nya anda..."
"Aih, aih..."
"Selama puluhan tahun saya mengajar, boleh saya mendengar bapak tanpa kata Aih, aih?"
"Hmm, hmm, hmm..."
"Jangan hmm hmm juga!"
"Aih, aih..."
Dan saya gak tau lagi bagaimana caranya mereka bisa menyelesaikan pembicaraan aneh bin gaje itu.
Terus disetiap sekolah pasti ada guru killer kan? Disini juga ada
dong, hahaha. Namanya pak Raditya, dia juga baru berumur 20-an
kayaknya. Sebenarnya dia gak bermaksud buat galak, tapi dia dituntut
galak sama sekolahan... Kata pihak sekolah, gak seru kalau gak ada guru
killer disekolahan mereka, dan akhirnya si Raditya jadi korban deh.
Senasib... Hahaha. Raditya merupakan guru tetap di SMA ini, dia
mengajar bahasa Inggris. Dan ada satu rahasia nih, ternyata dia
menyukai guru olahraga yang bernama Glend! Wow, gak bisa dibayangkan
kan? Laki-laki, dengan laki-laki... Bisa suka? Ok, itu gak heran buat
gue. Karena gue juga ngalamin hal yang kayak gitu setelah gue mulai
mengajar di sekolahan ajaib ini.
Nama panjangnya Angelito Ariena, semua orang memanggilnya dengan
sebutan Ari... Walaupun aku lebih sreg manggil dia Angel, hehe, soalnya
unyu sekale. Bukan namanya aja yang unyu lho, haha. Tapi wajahnya juga
bener-bener imut. Kayaknya dia juga sepantaran kayak aku, tapi
entahlah... Terlihat lebih muda.
Kalau pak Fahmi kan mengajar di bidang seni rupa, nah... Kalau Angel,
dia mengajar di bidang seni musik. Dia itu orangnya jarang banget
ngomong, sekalipun ngomong palingan cuman kalau ada perlunya aja. Tapi
sifatnya itu benar-benar mengalihkan dunia si Jomblo Ngenes, alias
gue... Hiks. Pernah sih sekali gue ajak ngobrol dia, gini nih;
"'Njel? Kamu mau pulang ya?" tanyaku basa-basi dan tanpa embel-embel
'pak'. Karena dari awal aku udah minta izin buat manggil dia Angel,
hehe.
"Uhm, iya nih Julian. Saya duluan yah," ucapnya sembari menenteng tas selempangnya yang keliatan berat itu.
"Kamu naik apa, 'Njel?" tanyaku.
"Naik angkot, 'Yan..."
"Emang ada angkot di depan sekolah?"
"Nggak sih, cuman saya jalan dulu kedepan. Baru saya naik angkot,
hehe..." DEG! Seseorang, tolong katakan padaku... Apa ada yang salah
dariku? Kenapa jantungku berdetak ya untuk beberapa saat tadi? Aku juga
seneng banget pas ngeliat senyumnya yang... Bisa dibilang manis itu.
Seandainya kalau gue udah gak punya akal sehat lagi, pengen rasanya gue
jedot-jedotin kepala gue yang gak waras ini ketembok!
"Bareng sama aku aja, 'Njel? Kedepannya? Aku bawa motor kok!" ajakku
yang bermaksud buat PDKT. Tunggu, kenapa gue jadi PDKT ma cowok ya!?
No! Kemana akal sehat gue!?
"Nggak usah, Julian. Makasih ya, saya duluan ya," beserta dengan
kalimatnya itu... Ia tega meninggalkanku sendirian seperti ini. Hiks,
demi apa? Gue ditolak? Gak salah? Puluhan tahun saya mengajar, eh,
maksudnya... Belasan tahun gue hidup di dunia, baru kali ini ada orang
yang menolak pulang bareng bersamaku. Hiks, apa aku kurang ganteng ya?
Hancur, hancur hatiku.
Well, itulah perkenalan kecil tentang lingkungan gue sekarang. Gue
sendiri juga jadi ikut-ikutan rada gak waras karena ngajar disini...
Udah ngomongnya nggak konsisten, kadang pake aku, saya, dan gue. And,
yang lebih parahnya lagi... Gue jadi suka sama cowok! OMG! Apa kata
dunia!? Entah apa yang terjadi selanjutnya... Disekolah yang semua
penghuninya stress kayak gini.
¤¤¤¤¤
Z to H: Rival is Real
¤¤¤¤¤
Seperti biasa, hari ini adalah hari yang cerah. Akupun belum pernah
menemukan bukti kalau anak IPA dengan anak IPS itu saling bermusuhan.
Yah, walaupun aku juga gak pernah liat anak didikku bermain bersama
anak-anak IPA.
Tapi, ternyata... Pagi ini ada yang berbeda.
"Hei, kalian! Jangan buang sampah sembarangan dong!" tegur seorang
lelaki yang suaranya sangat kukenal. Dengan mengeluarkan jurus ninja
mutant ku, aku mencoba untuk mengintip lelaki itu yang berada di taman
sekolah.
"Heh... Ngapain lo disini? Anak IPS mah nggak usah ikut campur soal
alam!" kali ini terdengar suara cowok yang bener-bener nggak enak buat
di dengar, upss.. Alamak, keceplosan aku.
"Percuma kalau kalian anak IPA, tapi kalian nggak cinta sama alam!"
ucap sang lelaki mungil itu sambil memunguti sampah-sampah yang
berserakan diatas rumput, dan ia buang ketempat sampah.
"Halah... Anak IPS gak usah sok lah ngajarin anak IPA segala! Sini,
gua kasih pelajaran!" dua orang lelaki yang badannya lebih besar
dibanding lelaki mungil itu, mencoba untuk melukai anak IPS itu. Aku
yang panik dan ingin menghentikan aksi mereka, malah aku yang jadi
menghentikan aksiku sendiri. Karena...
"Heh, bencong! Kalau ngelawan orang jangan keroyokan dong! Bencong
banget sih lu pada..." ternyata seseorang sudah menolong lelaki mungil
yang bernama Giovani itu. Dan sang penolong juga berasal dari kelas XII
IPS 1, ia tinggi, badannya kebentuk banget, dan model rambutnya spike.
Yep, that's him. Adam Ferdiansyah, sang ketua kelas XII IPS 1.
"Masa dua lawan satu? Gak fair banget sih. Kalau mau lu berdua lawan
gua!" tantang si Adam yang melindungi Giovani. Sedangkan lelaki mungil
itu hanya bisa berlindung dibelakang tubuh Adam dengan muka yang sangat
cemas.
"Banyak bacot lu ya! Gue kasih pelajaran baru tau rasa," sebelum
pukulannya mengenai wajah Adam, dengan sigapnya Adam menahan tangan
lelaki itu dan dipelintirnya. Sedangkan anak IPA yang satu lagi mencoba
untuk memukul perut Adam, namun nasib anak IPA itu sama saja dengan
yang sebelumnya. Hanya dengan satu perlawanan, mereka berdua sudah
jatuh dibawah tanah dan tanpa mereka sadari mereka mulai menjauhkan
jarak mereka dengan Adam.
"GUA BAKAL INGET PERLAKUAN LO TADI!" teriak salah satu dari mereka
sambil berlari meninggalkan Adam dan Giovani, disusul oleh temannya yang
ikut-ikutan kabur juga.
"Jyah, cuman diinget doang? Payah ah..." gumam Adam sambil terkekeh
pelan. "Kamu gak apa-apa?" tanya Adam ke Giovani. Lelaki mungil itu
hanya menggelengkan kepalanya dengan pelan.
"Kalau kamu baik-baik aja, senyum dong!" ucap Adam yang sambil menarik kedua pipi tembemnya si Giovani.
"Aaauw... Sakit..." protes Giovani yang sambil memegang kedua
pipinya. Lagi-lagi Adam hanya tertawa kecil, dan kini ia sedang merogoh
kantong celananya... Mengambil sesuatu.
"Ini, permen buatmu. Jadi jangan nangis lagi, ok?" terlihat senyuman
yang mengembang dari bibir tipis milik Giovani. Wow, ternyata Adam
pinter juga buat ngehibur orang. Dia memang pantas kalau jadi ketua
kelas...
"Yuk, sekarang kita kekelas," ajak Adam sambil menggandeng tangan
Giovani. Wait...!? Dia mau keluar!? Waduh... Mesti cepet-cepet ambil
langkah seribu nih, dari pada ketauan ngintip.
KRRRIIIING!
Bel sekolah sudah berkumandang diseluruh sudut sekolah, itu tandanya
semua siswa harus kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran pertama.
Akupun segera memasuki kelas XII IPS 1 untuk mengajar Bahasa Indonesia.
"Selamat pagi, anak-anak!" sapaku dengan senyuman.
"Selamaaaaat pagiiii, paak!" ucap mereka dengan serentak dan penuh
semangat. Hah... Semangat masa muda yang indah, mengingatkanku sewaktu
aku muda dulu... Tunggu, emang sekarang aku udah tua ya?
"Permisi pak Julian, saya minta waktunya sebentar bisa?" tegur
seorang wanita paruh baya yang sedang berada didepan pintu. Akupun
mengizinkan wanita itu untuk memasuki kelas ini.
"Terima kasih, Pak," tutur guru itu yang sambil berjalan ketengah
kelas. "Buat Adam dan Giovani, ikut ibu keruang BP sekarang!" perintah
guru itu dengan mata yang melotot kearah Adam dan Giovani. Mereka
berdua dengan pasrah meninggalkan tempat duduk mereka dan mengikuti
guru itu keluar kelas.
Terdengar bisikkan murid-murid XII IPS 1 yang tak begitu jelas.
Mungkin mereka khawatir dengan Adam dan Giovani? Entahlah, tapi yang
pasti....
"Maaf, semuanya. Bapak izin keluar kelas dulu ya, tolong kerjakan
soal di buku paket halaman 65 tugas 1 dan 2. Dikumpulkan sekarang ya,"
beserta dengan kalimatku itu, aku segera mengambil langkah keluar
kelas. Namun baru satu langkah aku keluar dari ruangan itu, ada seorang
murid yang keluar dari dalam kelas dan segera menghampiriku.
"Pak, tolong jangan menghakimi Adam dan Giovani pak! Saya tahu mereka
anak yang baik-baik," pinta anak itu, yang tak lain adalah Rangga. Aku
hanya tersenyum kecil menanggapi kalimatnya itu.
"Kamu gak usah khawatir, Serangga! Bapak tahu mana yang benar dan
mana yang salah," ucapku yang sambil mengacak-ngacak rambut hitamnya.
Ia membalas senyumanku dan kembali keruangan kelasnya.
Tak butuh waktu lama untuk keruang BP, hanya membutuhkan waktu tiga menit saja, aku sudah sampai di depan pintu ruang BP.
"Dia yang memukul kami, pak! Lihat saja luka ini..." terdengar suara
seorang lelaki yang tidak enak didengar... Ah! Ini pasti orang yang
tadi!?
"Adam, apa benar kamu memukul mereka berdua?" tanya seorang wanita dengan nada yang prihatin.
"Ya," jawab Adam cuek.
"Tapi kenapa? Mereka berdua gak salah apa-apa kan?" bisa kudengar suara tawa kecil yang keluar dari mulut Adam.
"Kalau ibu gak tau hal yang sebenarnya, mending gak usah ngomong deh
bu!" aku tersentak mendengar kalimat Adam. Waduh... Dia kalau mau
ngomong gak pilih-pilih kata dulu ya!?
"Kamu... Oke, ibu sudah mencoba sabar buat ngadepin kamu! Pokoknya kamu..."
"Tunggu! Bisa kita bicarakan masalah ini baik-baik?"
Aku membuka pintu ruangan BP dan menampakkan diriku yang bercahaya oleh... Sinar matahari.
"Pak Julian? Ada apa pak?" tanya guru tengah baya itu.
"Gini bu, saya mau meluruskan masalah ini secara kekeluargaan,"
jawabku dan guru itu langsung memberikanku tempat duduk disebelahnya
Giovani, dan Adam. Bisa terlihat jelas raut wajah mereka berdua yang
bingung menatapku, dan kubalas dengan sebuah senyuman yang sok cool.
"Gini bu, tadi pagi saya melihat Giovani yang sedang memberi nasehat pada dua anak dari kelas IPA ini, lalu..."
"Hah!? Nasehat? Yang ada kita berdua yang nasehatin Giovani, soalnya
dia buang sampah sembarangan!" Giovani menatap kesal pada dua lelaki
yang berasal dari kelas IPA itu.
"Sudah, diam kamu Dion, dan Gilang! Dengarkan penjelasan pak Julian dulu!" tegur guru itu.
"Yaelah, bu! Masa iya ibu lebih percaya omongan pak Julian yang
notabenenya adalah wali kelas XII IPS 1!? Ya jelaskah dia mencari alasan
agar anak didiknya bisa selamat dari masalah ini!" DEG! Gila, ini anak
dikasih makan apa ya sama orangtuanya? Bisa-bisanya dia berbohong
kayak gitu.
"Aduh, aduh... Udah, ibu pusing mendengarnya. Ibu bakal panggil wali
kelas kalian dulu, biar cepat selesai," sepeninggalan guru BP itu, aku,
Giovani, Adam, dan kedua anak IPA itu hanya terdiam menunggu guru itu
kembali. Hah... Ada baiknya juga guru itu manggil wali kelasnya.
Muridnya aja gak bener gini, gimana wali kelasnya ya? Gak bisa bayangin,
pasti gak bener deh.
"Nah, silahkan masuk pak. Silahkan duduk disebelahnya Dion dan
Gilang," akhirnya... Guru itu kembali! Siapa ya wali kelasnya? Apa aku
kenal guru itu? Dan...
"Terima kasih, bu. Maaf merepotkan," DEG! Su-suara itu.... Gak mungkin kalau dia......
"Pagi, Pak Julian..." tegurnya dengan senyuman khasnya yang sangat manis itu. Dia...
"Pagi... Pak Angel...." sapaku balik dengan sangat lemas.
aku suka cerpen ini, aku udah baca sampai part 3 dan sampai sekarang belum tau kelanjutannya :( kalau boleh, kamu posting lagi ya sampai part ending.
I'm a Student, Jakarta, 16 years old. Thank You Spica^^