Would You Take My Hand?

Thursday, July 12, 2012


take my hand, time for walking out the door
take me back, to the place I was before
take my hand you will find where you belong
no matter where you are, you’ve got life

****************
WOULD YOU TAKE MY HAND?
by: callmespica
****************

"Lepasin tangan gue!" bentaknya sambil menatapku dengan tajam. Hiks, aku benci tatapannya! "Gak usah nangis lo, cepet lepasin!" timpalnya lebih kejam. Aku hanya bisa menunduk sambil terus menggenggam tangannya.

"A-aku udah nyoba, tapi..." balasku dengan nada yang bergetar.

"Argh, shit! Kalo lu megangin tangan gua mulu, kita gak bisa menyebrang kedunia yang selanjutnya, bodoh!" ujarnya sambil terus melepaskan genggaman tangan kami. Hiks, sudah kubilang kan? Percuma saja, gak akan bisa lepas!

"Wah wah, repot juga ya. Hmm.. coba kalian ingat-ingat, kenapa kalian meninggalnya bisa pegangan tangan gini?" tegur seorang wanita cantik yang sedang duduk diatas perahunya. Dialah makhluk yang akan mengantar kami ke dunia lain, dengan kata lain... dialah yang akan membantu para arwah agar bisa beristirahat dengan tenang dialamnya. Sayangnya, perahu itu hanya bisa dinaiki oleh satu arwah, sedangkan tanganku dengan tangan lelaki yang disampingku ini entah kenapa tak mau lepas!

"Boro-boro gue bisa inget! Kenal juga kagak sama dia!" umpatnya dengan kesal sambil menatapku kesal.

Wanita itu mengangguk sesaat, dan tersenyum kearahku. "Bagaimana denganmu?" tanya wanita itu kepadaku.

"A-aku juga gak tau..." wanita itu tampak bingung, lalu tersenyum sesaat. Ia mengeluarkan dua lembar kertas dari saku dalam jaz hitamnya, dan berjalan kearah kami.

"Revan Gaida, dan Nobel Ananda. Ini data kalian berdua selama masih hidup. Silahkan kalian ingat-ingat kembali tentang kehidupan kalian agar kalian bisa mengingat bagaimana caranya kalian bisa meninggal. Sehingga kalian bisa melepaskan genggaman tangan kalian dan bisa beristirahat dengan tenang. Waktu kalian tidak lama, jika kalian gagal mengingatnya... terpaksa aku yang akan memisahkan kalian berdua~" ujarnya sambil menyeringai. Menyeramkan! hiks!

"Selamat berjuang!" tiba-tiba pandanganku langsung terlihat silau dan ketika kubuka mataku, aku sudah berada di langit bersama lelaki yang menggenggam tanganku ini. Ah, jadi begini ya rasanya terbang? Menyenangkan~ Berasa seperti burung, hahaha.

"Hei, jangan diem aja lu! Mikir dong kita mesti kemana dulu nih!" hiii lelaki itu mulai menindasku. Aku segera memeriksa identitasku di kertas pemberian wanita cantik tadi.

"Uh, erm... A-aku dan k-kamu se-sekolah di.. di SMA 333. T-terus, k-kita sekelas... l-lalu..."

"Arrrgh! Stress gua lama-lama ngeliat lu bicara kayak gitu! Berhenti bicara atau mati, pilih salah satu!" jahatnya...! Dia gak perlu sekesal itu juga kali, lagian aku kan sudah meninggal! Aneh... hiks.

"Sorry, erm.. Revan..."

"Udah diem aja, kita udah nyampe disekolahan kita nih. Ayo kita ke kelasnya langsung!" lelaki bernama Revan itu menuntunku untuk menghampiri kelas kami. Ternyata Revan mengingat letak kelasnya, syukurlah.

"Ayolah anak-anak, tersenyumlah! Saya yakin, Revan dan Nobel pasti akan sedih melihat kalian yang berduka seperti ini. Bapak sendiri... hiks, bapak sendiri juga sebenarnya tak rela kehilangan mereka. Tapi.... tapii...uugh uuugh huhu"

W-whoa, wali kelasku ternyata baik juga. Kulihat teman-teman sekelas yang sedang berduka cita juga. Mereka semua menangis? Bahkan yang terlihat sangar seperti Revan pun ikut menangis? Apakah keberadaanku dengan Revan begitu berarti bagi mereka?

"Buru-buru ikutan sedih, gua aja gak kenal sama mereka!" ucap Revan sambil menyusuri ruang kelas. Namun langkanya terhenti ketika ia melihat dua buah meja yang kosong. Ah, mungkin itu tempat duduk ku dengannya. Terpaut jauh ya. Tapi, aku duduk disebelah mananya ya? Yang paling depan? Atau yang paling belakang?

"Dulu lu duduk di depan, sedangkan gua dibelakang," hee~ hebat! Revan bisa membaca pikiranku? K-kok bisa!? Tapi kenapa dia bisa ingat ya? Mungkin ingatannya lebih tajam dia dibandingkan denganku, hiks... "Hei, liat deh cewek itu" lanjutnya sambil menunjuk seorang gadis remaja berparas manis yang duduk dibelakangku. Aah, aku ingat dia! Dia adalah Bulan, gadis yang kusuka semenjak aku pertama kali masuk SMA ini.

"Pasti dia lagi nangisin lo..." ujar Revan yang sambil tersenyum kecil menatapku. W-whoaa, jangan bilang kalau Revan tau kalau aku suka sama dia!? Bisa gawat~~ tapi tak apalah, toh kita juga udah meninggal. Gak mungkin lah Revan ngasih tau ke Bulan...

"Nah, sekarang ayo kita kerumah lo dulu..."

***

Dirumahku hanya ada dua orang. Hanya ada Ibu dan Ayahku. Aku adalah anak tunggal, dan aku belajar dengan giat agar bisa menjadi orang sukses. Dengan begitu, aku tak perlu melihat ibuku yang berjualan nasi uduk disetiap paginya. Dan aku tak perlu lagi melihat ayahku menjadi tukang jahit. Tapi nyatanya... cita-citaku tak bisa terkabulkan. Aku meninggalkan kedua orangtuaku, sebelum aku berhasil membahagiakan mereka. Jujur, aku merasa rapuh ketika melihat mereka berdua menangisi kepergianku.

"Sudah bisa mengingatnya?" ujar Revan. Aku menatap kedua bola mata hitamnya, dan akupun mengangguk kecil. "Baguslah, sepertinya keluarga lu sayang banget sama lu. Udah ah, kita cao.."

***

"W-whoaaaa! Revan, ini rumahmu!? Gede banget! Ternyata kamu dari keluarga orang kaya ya!" ucapku dengan mata yang berbinar-binar.  Namun Revan hanya membalasnya dengan senyuman yang kecut.

"Cepet masuk!" ujarnya dengan singkat.

Ketika kami berada di ruang tamu, disana terlihat seorang Pria berpakaian rapih dan berwajah tampan, ditemani dengan seorang wanita paruh baya yang sedang menikmati sebuah wine.

"Repot ya punya adik angkat kayak Revan. Selalu saja bisanya cari masalah! Dan selalu saja yang kena imbasnya tuh saya! Lebih baik dia meninggal dari pada merusak nama keluarga ini!" DEG! Kata-kata dari pria berpakaian mewah itu sangat membuatku shock. Siapa Pria itu!? Kakaknya!? Tidak seharusnya dia berkata seperti itu!

"Mama juga kesal dengannya. Dia gak pernah dengar kata-kata mama semenjak papanya meninggal, toh lagipula kalau dia meninggal lebih bagus kan. Warisan dari ayahnya bisa turun ke kita, sayang..." bisa-bisanya mereka berkata seperti itu! Bukankah keluarga lebih penting dibandingkan harta!? Kenapa mereka berani-beraninya tersenyum ketika Revan meninggal dunia!! Mereka benar-benar tak punya hati!!!

Ku angkat kepalaku untuk bisa menatap wajah Revan. Memastikan apakah ia baik-baik saja, namun...

"Revan... kamu gak apa-apa?" tanyaku takut-takut. Dia menatapku, lalu tersenyum sambil menggenggam erat tanganku.

"It's ok... ayo kita pergi dari sini..." itulah kata-kata terakhirnya sebelum ia terbang keatas pohon.

***

"Woi, gimana? lu inget sesuatu?" tanya Revan.

Aku hanya menggangguk kecil. "Aku hanya bisa ingat siapa aku, siapa keluargaku, dan siapa orang yang aku suka... itu aja. Kalau kamu?" tanyaku balik. Revan menatapku sesaat, dan lagi-lagi kembali tersenyum.

"Kalo gue cuman inget satu hal... Punggungmu."

"e-eh? Punggungku?"

"Ya, punggung. Kalau gue lagi belajar dikelas, pasti gue selalu ngeliat punggung lu. Nggak tau kenapa, tapi kayaknya gua kagum sama lu..."

mendengar setiap kata-katanya, hal itu cukup membuat wajahku merah seperti kepiting rebus! I-ini benar-benar awkward! Hei, ayolah sadar! Kita sama-sama laki-laki, jadi jangan malu!

"M-mungkin, kita ini sahabatan ya waktu kita masih hidup?" Revan melebarkan matanya ketika mendengar kalimatku. Tapi tak lama kemudian ia tesenyum lebar, namun entah kenapa... senyumnya terlihat aneh. Ini bukanlah senyum yang biasanya aku lihat. Senyumnya terlihat... sedih?

"Lho? Liat deh bel, itu cewek yang lu suka kan?" ucap Revan memecahkan keheningan.

"Ah, iya! Mau kemana dia? Kenapa bawa bunga ya?" tanyaku dengan antusias.

"Mau di ikutin gak nih?" tawar Revan. A-aku gak bisa jawab. Bingung... aku pengen sih, cuman nanti malah ngabis-ngabisin waktu!

"Aaarrgh jangan banyak mikir! Ayo ikut!"

Whoa, ternyata Revan aslinya baik banget ya. Sepertinya dia memang benar-benar sahabatku waktu kita masih hidup dulu. Aku bersyukur banget bisa punya sahabat kayak dia. Hehehe.

***
Ternyata Bulan sedang berjalan kearah kereta... mungkin dia mau pulang?

"lho? liat deh... tadi yang namanya Bulan kan? Temen SMP kita?" ujar salah satu murid SMA yang sedang duduk.

"Eh, iya bener... yang suka sama si Revan itu kan? Dia sampe milih SMA yang sama kayak Revan lho... tapi kasian ya, katanya Revan udah meninggal... Lagian kenapa sih Bulan bisa-bisanya suka sama Revan? Dia kan terkenal bandel banget!"

DEG! A-apa mereka bilang? Revan? Jadi... Bulan itu suka sama Revan?

"Iya bener! Dia satu sekolah sama aku lho. Aku tau ini gak baik tapi... dulu disekolah si Revan pernah ngebully orang lho, temen sekelasnya sendiri!! Kalau gak salah namanya.... erm, siapa ya? Oh iya! Namanya Nobel!"

Lho...? K-kenapa......


"Nob..."

"JANGAN SENTUH AKU!!!"

Ah, a-apa yang aku lakukan? Tidak semestinya aku menepis tangan Revan... tapi....

"Ma-maaf, tapi.... tapi tiba-tiba.... semua ingatanku sudah.... kembali....." ujarku dengan bergetar. Aku tak bisa menatap mata Revan, aku takut.

"Ya, sama..." balas Revan singkat.

********

REVAN'S POV

"Mau jadi apa kamu!? Kerjanya keluyuran kemana-mana!! Mama gak suka kamu selalu cari masalah sama sekolah, apa jadinya masa depan kamu nanti!? Cepat belajar!!! Kamu ini beda banget sama kakak kamu, dia sampe kuliah di luar negeri untuk mengejar cita-citanya!! Contoh kakak mu itu!!"

Be-la-jar. Bel-ajar. Bela-jar. Belajar.
Gua muak sama satu kata itu!!
Apa sih pentingnya belajar? Gak ada kan?
Dan gua juga muak sama orang yang sok pinter kayak cowok culun itu... Nobel.

SPLASH!
"Ups, sorry. Tangan gua licin nih..."

Gua benci sama yang namanya Nobel. Dia gak bales perbuatan gua, bego kan? Harusnya dia marah dong waktu gua jatuhin air aqua di kepalanya! Dasar sok suci!

********

NOBEL'S POV

Aku gak ngerti, kenapa Revan bisa begitu bencinya denganku. Padahal salahku apa? Menegurnya saja aku tak pernah! Tapi kenapa dia selalu ngebully aku?

Tapi tak apa... asalkan ada Bulan, aku masih bisa tersenyum kok. Cuman dia penyemangat aku di kelas. Jadi aku akan baik-baik saja....

********
REVAN'S POV

"Eh? Serius tuh? Si Nobel masih tetep nyariin gantungan kunci pemberian Bulan di tempat sampah belakang sekolah?"

"Iya deh kayaknya, kasian ya dia... padahal kan bisa dibeli lagi..."

Gua benci Nobel. Gua gak suka ngeliat orang sebodoh bocah culun itu!!

"Ngapain lo ngorek-ngorek sampah, hah!?"

sial. Dia gak ngegrubis teguran gua. Lho? Apaan itu? Jangan-jangan....

"Woy, ini ya benda yang lu cari?"

Nobel langsung melirik gua, dan mengulurkan tangannya.

"Bisa kasih ke aku?"

Gua tersenyum. Dan membuang gantungan kunci itu ketempat pembakaran sampah.

"Ambil sendiri aja ya, disana... hahaha!"

Hahahaha puas gua ngeliat wajahnya!! Rasain! Gak usah berharap deh lo sama cinta monyet!!

********
NOBEL'S POV

"Apa? Revan melakukan semua hal itu!?" ujar Bulan dengan nada yang tak percaya. Aku hanya mengangguk lemah.

"Masa? Dia gak seperti itu kok orangnya... dari SMP dia baik kok..."

Kenapa? kenapa gak ada yang percaya sama aku!?? Bahkan Bulan... kenapa dia juga tak percaya!??

********
REVAN'S POV

Sesungguhnya... apa yang selama ini gue perbuat? Apa untungnya? Apa ruginya?
Gue tau gue salah... gak seharusnya gue ngebully Nobel. Dia juga gak salah apa-apa... gua cuman kesel. Kesel karena dia deket sama Bulan.

Nggak, gue gak cemburu sama Nobel karena dia deket sama Bulan. Tapi gue cemburu sama Bulan...
Ya, mesti gue akuin hal itu. Meskipun gue tau itu salah... tapi inilah kenyataannya.

Gue harus minta maaf sama Nobel. Besok... besok gue mesti minta maaf.

Harus minta maaf ke dia.

"Kereta tujuan kota X, Kereta tujuan kota X akan datang dari jalur 3. Sekali lagi, kereta tujuan kota X akan datang dari jalur 3..."
********
NOBEL'S POV

Aku benci Revan. Sangat benci.

Oh ya, aku punya ide...
Dia kan kalau pulang selalu naik kereta. Gimana kalau aku mendorongnya ke rel kereta? Ide bagus bukan?

"Kereta tujuan kota X, Kereta tujuan kota X akan datang dari jalur 3. Sekali lagi, kereta tujuan kota X akan datang dari jalur 3..."

Ini dia saatnya... maaf Revan. Sebenarnya aku gak mau melakukan ini, tapi...

BRUGH!!!

Revan kehilangan keseimbangan, wajahnya langsung menoleh kearahku. Dan bergumam pelan. "No.. Nobel?"

Akupun tersenyum. Akhirnya dendamku terbalaskan.

GRAB!!!

Ah... ta-tanganku!? Dia menarik tanganku!!

"Maaf..." ujarnya pelan.
******** 
Setelah semua ingatan kembali... akhirnya genggaman tangan kami terlepas juga.

"Akhirnya lepas juga ya..." ujarku pelan memecah suasana hening.

"Ya.. lihat kita, udah mulai menghilang juga." balasnya. Aku melihat kakiku yang terlihat transparan. Ah... mungkin ini sudah waktunya.

"Sejujurnya..." gumam Revan. "Gue gak ngerti semua ini. Kesedihan, kemarahan, penyesalan, dan rasa bersalah... Itu semua gak gue rasain dalah hidup gue," aku terdiam mendengar suaranya yang berat. "Kecuali satu... gua bahagia karena gua sudah diberi kesempatan untuk bertemu dengan lu di dunia ini..." lanjutnya.

Kini wajahku kembali memerah. Entahlah, aku tak tahu perasaan apa ini... tapi... yang pasti perasaan benciku ke Revan hilang begitu saja.

"Untuk terakhir kalinya, mau gak pegangan tangan lagi sama gua?" ujarnya pelan sambil mengulurkan tangannya.

"Nggak mau ah..." ucapku sambil tersenyum. "Nggak mau kalau untuk yang terakhir kali, tapi untuk selamanya..." kuraih tangannya sebelum tubuh kami menghilang dari dunia ini. 

********
 EPILOUGE
********

Terlihat seorang gadis berparas manis yang tengah berdiri ditengah rel kereta. Ia menaruh bunga itu di rel, dan menggumamkan sesuatu.

"Revan, Nobel... apa kabar? Semoga kalian baik-baik saja ya. Nobel, kau tau? Sebenarnya Revan tidak membencimu kok. Aku selalu menangkap Revan yang sering memperhatikanmu dari belakang. Aku tau, kalau Revan menganggapmu special. Makanya, aku rela melupakan Revan demi kamu Nobel... Tapi kenapa kalian pergi? Padahal aku berniat ingin menyatukan kalian... Ah, sudahlah. Mungkin kalian bisa bersatu sekarang, aku yakin itu... See you again, Revan, Nobel... semoga kalian bahagia..."

5 comments:

  1. Unknown said...:

    So sweet. . . Tp knp hrs meninggal T_T

  1. Anonymous said...:

    anjrit ternyata..

  1. Unknown said...:

    cari teman yang umurnya 13-20 smp-sma se indonesia 089607469820 selama 24 jam nonstop.

  1. Unknown said...:

    cari teman yng umurnya 13-20 smp-sma se indonesia 089607469820 selama 24 jam nonstop.

  1. Unknown said...:

    Greget sama ceritanya....
    Di lanjut ya nulusnya

Post a Comment