Apalah Arti Menunggu part. 3

Friday, July 13, 2012


"Adit! Bagaimana kondisinya? Masih utuh semua kan?" teriak si tuan rumah. Adit serta Faisal langsung tersadar setelah lama mereka saling bertatap-tatapan.

"Masih ku urus boss! Kalian masuk duluan saja, istirahat dulu!" ujar Aditya sambil masih berada di dalam truk.

"Oke!" jawab mereka sambil memasuki rumah besar itu.

Aditya kembali menatap sahabatnya dan berbicara dengan volume suara yang sangat kecil. "Dengar, sekarang kamu turun dari sini! Kamu ngerti gak sih? Tempat ini berbahaya! Ayo cepat turun dan naik ke mobilku yang warna hitam! Nanti aku nyusul!" ujar Aditya dengan nada khawatir. Faisal sempat terdiam melihat reaksi sahabatnya, berbeda jauh dari perkiraannya. "Ngapain bengong? Ayo cepat keluar!" sambung Aditya dengan nada yang nyaris tak terdengar.

Mendengar itu, Faisal dengan perlahan turun dari truk itu dan segera menuju mobil Aditya. Sedangkan lelaki pertubuh tegap itu izin pulang ke boss besarnya dan kembali lagi kemobilnya.

"Kamu tuh kenapa bisa-bisanya berada disana sih!? Kamu tau? Kalau kamu sampai ketauan sama mereka, kamu bisa mampus ditangan mereka tau! Coba kalau gak ada aku, nasib kamu gimana? Hah!?" Faisal terdiam mendengar sahabatnya mengoceh.

"Sebenarnya... Semenjak aku pertama kali menginjakkan kaki disini, aku sudah dengar banyak kabar tentangmu. Terutama tentang bisnis ilegal yang tengah kau jalankan... Itu bisa membuatmu jatuh di dalam gerigi besi! Kamu masih ingat kan, Dit? Dulu kita benar-benar benci sama preman-preman yang melawan rakyat lemah seperti kita dulu! Apalagi dengan obat-obatan terlarang... Benda itu akan menghancurkan kampung kita, Dit! Ingat janji kita? Bukankah kita akan membangun kampung kita bersama!?" kini Aditya lah yang terdiam mendengar ocehan sahabatnya. Pria bertubuh tegap itu mencoba menenangkan emosinya.

"Sudahlah, tak usah diperpanjang lagi. Ini sudah takdirku..." ujar Aditya mencoba untuk menyelesaikan persoalan.

"Yang seperti ini bukan takdir namanya! Dit, dengerin aku! Kamu masih bisa berubah dengan cara memilih jalan yang benar!" Aditya hanya melenggos tidak menjawab dan juga tidak membantah ucapan Faisal. Diraihnya setoples permen dan dibuka penutupnya.

"Ayo, makan permennya..." tawarnya mencoba mengalihkan pembicaraan.

Sampai Faisal turun dari mobilnya Aditya, pembicaraan itu terputus begitu saja. Disisi lain, bisnis Adit berjalan agak tersendat semenjak orang-orang mulai mendirikan koperasi nelayan dan bersama-sama menjual ikan ke kota. Keadaan itu membuat anak buahnya Adit resah. Terutama karena pendatang itu dilindungi bos mereka, yaitu Aditya sendiri. Beberapa kali mereka minta izin untuk memberesi Faisal yang dianggap mengganggu bisnis mereka.

"Dengar kalian semua! Aku tidak mau mendengar kalian menyentuhnya, walaupun hanya seujung jaripun!" ancam Aditya membuat mereka kembali surut. Namun sayang, nafsu kebencian mereka tak surut begitu saja. Justru karena terhalang, nafsu membunuh mereka semakin menggebu-gebu. Beberapa anak buah Aditya datang ke kota untuk melaporkan hal tersebut pada boss besar mereka.

"Baiklah, masalah ini dapat aku tangani. Pulanglah!" ujar sang boss besar. Dia mengenal sifat Aditya dan kehebatannya dalam memimpin bisnisnya, makanya ia sangat percaya pada Adit. Begitu juga mengenai hubungan Adit dengan Faisal di masa lalu. Ia sangat paham mengapa Aditya begitu keras melindungi sahabatnya itu. "Tapi aku harus memperingatinya, jangan sampai ia terhanyut masa lalu sehingga membawa bisnis ke jurang kehancuran!" gumamnya sendiri.

Lalu pada suatu malam, Faisal kembali masuk diam-diam ke dalam gudang. Tetapi baru saja ia menginjakkan kaki, terdengar seseorang yang tengah berbicara.

"Akhirnya kau tertangkap, orang kota sialan!" ucap Toni, salah satu anak buahnya Aditya. "Kau akan mengalami malam teramat panjang, bung!" sambungnya kembali dengan nada yang gembira.

Lima preman langsung mengepung tubuh Faisal. Pukulan beruntunpun diterima oleh Faisal dari Toni dan lainnya. Disusul dengan tendangan keras di tungkai kakinya. Tubuhnya yang kurus diringkus dan diikat dalam gudang. Beberapa kali ia memuntahkan darah segar dan tidak sanggup menahan sakit sehingga pingsan. Anak buah Aditya tidak mau melihatnya beristirahat sejenak. Mereka menyiapkan seember air lalu disiram ketubuh Faisal agar ia bangun. Kembali ia menerima siksaan yang serupa. Tubuhnya lunglai tak bertenaga, seakan seluruh tulang-tulang dalam dagingnya dicabut keluar. Anak buah Adit berpesta meriah malam itu. Melampiaskan kebencian mereka selama ini.

Pagi hari telah datang. Cahaya matahari menyilaukan kedua mata Faisal. Seluruh tubuhnya meninggalkan bekas cambukan, pukulan, tendangan, bahkan ada sulutan api rokok. Bibirnya kering pecah-pecah merasakan kehausan. Ia coba menggerakkan tangan untuk melepaskan ikatan. Namun ternyata tubuhnya telah lepas dari lilitan tali.

"Sudah bangun? Lukanya masih sakit?" tanya seorang Pria yang tengah duduk disampingnya. Faisal melirik kearah sumber suara, seraut wajah yang dikenalnya membuatnya sedikit kaget. Ternyata ada Aditya yang semalaman ini memberantas anak buahnya sendiri sampai mereka terkapar tak berdaya.

"Sudah ku bilang kan? Jangan ikut campur urusanku! Sekarang aku masih bisa menolongmu, tapi nanti aku tidak tahu. Kau tahu? Kau telah merusak bisnisku di daerah ini. Membuatku mendapat peringatan dari atasanku. Makanya, dihari lain aku mungkin tak bisa menolongmu. Bahkan menjadi musuh besarmu! Cepat pergi dari sini! Kembali ke kotamu itu!" ucapnya dengan nada yang kasar. Namun yang dilakukan Faisal hanyalah memegang erat baju Aditya. Dia meringis kesakitan, namun ia ingin mengucapkan sesuatu.

"Tidak... Aku tak mau pergi..." ujar Faisal dengan susah payah. "Aku ingin menyadarkanmu, dan baru kita pergi dari tempat ini. Dengarkan aku... Bisnis... Bisnismu ini... Telah dicurigai oleh pemerintah. Kau terancam terjatuh dalam gerigi besi itu! Kumohon, Aditya... Ikutlah denganku!" ajak Faisal sambil terus mencengram baju Aditya. Namun Aditya melepaskan genggaman Faisal dan berdiri untuk melangkah keluar gudang. Pria tinggi itu melangkah tanpa menghiraukan panggilan Faisal, dia meninggalkan Faisal begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Hatinya kecewa melihat kekerasan hati Aditya. Haruskah aku menggiring sahabatku sendiri ke gerigi besi? Tanyanya dalam hati setiba di kamar sewaan. Dikeluarkannya kartu identitas kepolisian dari dalam dompet. Kembali ia mengeluh.

Seakan diputar kembali di depan matanya sebulan lewat saat ia menghadap komandan, dan diserahi tugas membekuk kawanan penyelundup miras dan obat-obatan terlarang di kampung Teratak.

"Berdasarkan file di tangan kami, Letnan orang yang tepat untuk tigas ini. Anda berasal dari daerah sasaran, tentunya lebih mengenal lokasi dan dapat bergerak bebas!" ucap komandannya saat itu.

Selama berhari-hari Faisal mempertimbangkan tugas beratnya. Ia tahu sasaran operasi mereka adalah Aditya. Sahabatnya sendiri. Kebimbangan melanda dirinya. Sampai akhirnya ia menyanggupi tugas itu, asalkan ia diberi kesempatan untuk menyadarkan Aditya. Nyatanya keinginan Faisal tidak dipercayai. Ia harus menyaksikan penangkapan Aditya pada hari itu.

Diraih telepon di atas meja dan ditekan sederetan nomor. "Lapor! Semua telah siap! Sasaran tepat di depan mata!" lapornya pada pasukannya.

Anak buah Aditya kelabakan ketika mendapat serangan mendadak dari kepolisian di markas mereka. Tergesa-gesa mereka menyelamatkan diri. Letupan senjata api berkumandang di udara. Perlawanan sengit dilakukan oleh anak buah Aditya dan anak buah Faisal. Tembak menembak tidak terelakkan. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Sirene meraung di sepanjang jalan, menerobos di sela-sela rumah penduduk.

Hingga akhirnya, Aditya datang berhadapan dengan Faisal.

"Jangan bergerak!" bentak Faisal sambil menodongkan senjata apinya ke kepala Aditya. Pria berbadan tegap itu tersenyum kecil.

"Jika aku mati ditanganmu, aku rela... Bunuhlah aku sekarang," ujar Aditya sambil menggenggam erat tangan Faisal yang tengah memegang pistolnya. "Tunggu apa lagi? Ayo, bunuh aku..." sambungnya pelan.

Kedua sahabat itu saling berpandang-pandangan. Menyesali putaran waktu sebagai penyebab semua kekacauan ini. Lintasan cerita masa lalu terlihat di depan mata. Faisal menurunkan pistolnya, ia tak sanggup menahan kepedihan hatinya. Ia jatuhkan senjatanya kelantai semen, dan memeluk erat sahabatnya itu. Dalam pelukan Adit, Faisal menangis tertahan... Nyaris tak terdengar. Adityapun membalas pelukan Faisal. Mereka seakan tidak memperdulikan salakan senapan dan hentakkan kaki melarikan diri di sekitar mereka.

Tiba-tiba saja Aditya tertegun. Matanya melihat ke ujung laras senjata Toni yang mengarah pada punggung Faisal. Dadanya berdegup kencang dan ia bergerak cepat menukar posisi sebelum senjata itu meletus dan melukai seseorang yang sangat disayanginya.

Sesuatu yang panas menjalar dalam tubuhnya. Ia tidak bisa menahan kepalanya yang berputar. Tubuhnya bergetar hebat. Rahangnya gemelutuk. Terasa sesuatu yang pedar merambat ke seluruh urat nadi. Pandangannya mulai kabur, hanya terlihat bayangan Faisal yang membalas tembakan Toni dan sesosok tubuh limbung, jatuh terkapar di lantai.

Inikah akhir dari sebuah penantiannya?
Jadi, apalah artinya ia menunggu selama 10 tahun jika ia hanya bisa melihatnya dalam waktu tiga hari saja? Apakah Aditya menyesalinya?

Jawabannya adalah tidak.

"Jika ini adalah hari terakhirku, aku bersyukur.... Setidaknya aku bisa tertidur dengan tenang di atas pangkuan orang yang aku sayangi, melebihi diriku sendiri..." ujar Aditya dalam hatinya sembari menahan sakit.

"Kenapa... Kenapa kau selalu melindungiku? Kau bilang sendiri padaku... Kalau kau tak akan melindungiku lagi, kan!?" ucap Faisal terisak sambil merangkul Aditya dengan lemas.

Aditya hanya tersenyum lemah menanggapinya. Faisal masih mencoba untuk berbicara pada Aditya. "Kau lupa janji kita yang telah disaksikan oleh penguasa laut? Kita akan selamanya bersama kan!? Iya kan!?" sepertinya Aditya ingin membalas ucapan Faisal, namun ia tak mampu. "Kumohon, Dit... Bertahanlah! Sebentar lagi dokter akan datang menyembuhkanmu!" kini suara Faisal semakin terdengar pilu. Air matanya tak bisa ia tahan lagi.

Aditya menatap kedua bola mata sendu milik Faisal. Tangan kanannya mencoba meraih pipi sebelah kanan sahabatnya itu. "Aku janji akan... Mengajakmu..untuk berperahu lagi..seperti.. Dulu..." ujarnya sebelum tubuhnya melonjak sesaat dan akhirnya ia diam.

Debur ombak terdengar perlahan di telinga. Burung camar mencicit lirih menunggu ikan-ikan keluar dari dasar laut. Kampung Teratak terlihat menyayup di ujung mata. Dan Faisal... Ia terus meneriakkan nama sahabatnya itu, berharap kalau dia akan membuka kedua matanya kembali.
-------------------------------
FIN?

4 comments:

  1. Anonymous said...:

    GAK MAU TAMAT!! LANJUTKAAAAAAAAAAAAAAAN

  1. Anonymous said...:

    Iya gue juga gak mau cerita ini berakhir ,...

  1. Anonymous said...:

    seru...gw jd terharu bacanya..bikin adyt baik2 aja dunkz..lanjutin critanya..

  1. Unknown said...:

    Lanjut dong story ny please!!! 😭

Post a Comment