Z to H: No Logic
~ Gion POV ~
"Kamu tau nggak? Sekarang aku lagi kesel banget sama si Adam!"
gerutuku yang tak dijawab oleh siapapun. Bukan karena mereka gak mau
menjawab kekesalanku ini, tapi emang mereka nggak bisa ngomong. Ya
jelaslah... Orang aku lagi ngomong sama bunga.
"Hmmm..." sudah berapa kali yah aku mengeluh gini? Habis, aku
bener-bener kesel sama Adam... Aku heran sama dia, kenapa dia jadi jaga
jarak sama aku? Memangnya aku salah apa? Baru kali ini aku dijauhi
Adam... Makanya aku kesal, plus sedih.
"Hei rumput, jangan ngeliatin aku sama bunga aja. Kamu juga kasih
solusi ke aku dong!" omelku yang kesal karena rumput-rumput itu
bergerak ke kanan dan ke kiri, seolah-olah mereka sedang menari
sekaligus meledekku.
"Payah, nggak ada yang bisa diajak ngomong!" umpatku kesal sambil membenamkan kepalaku dikedua lututku.
"Giovani! Sedang apa kamu ada disini!?" tanya seorang pria yang aku kenal sebagai guru Bahasa Inggrisku.
"P-pak Raditya? Saya... Saya nggak ngapa-ngapain kok, ehe..hehehe,"
jawabku dengan gugup. Wew, Pak Adit ngapain sih kesini? Ganggu orang aja
ah... Udah tau lagi asik-asik curhat, ckckck.
"Apanya yang nggak ngapa-ngapain? Jelas-jelas tadi kamu ngomel-ngomel
sendiri sama rumput..." heee~!? Jangan bilang Pak Adit udah dari tadi
disini!? Aku cuman bisa diam mendengar kalimat Pak Adit. Pertama,
karena aku nggak tau harus jawab apa dan malu setengah hidup. Kedua,
aku takut salah ngomong sama Pak Adit soalnya dia itu guru paling
killer disekolah.
"Ada masalah?" tanyanya yang terhenti sesaat karena ia sedang
mengambil posisi duduk disebelahku. "Kalau ada, cerita aja sama saya."
Hah? Gimana ini? Mana mungkin aku curhat sama Pak Adit? Apalagi masalahku ini kayaknya nggak terlalu penting buat dia...
"Nggak mau?" aku menggeleng kecil sebagai jawaban dari pertanyaannya. "Yaudah, saya aja yang curhat."
Eh~!? Kenapa jadi dia yang curhat? Haduh, kayaknya aku salah ambil tempat curhat deh hari ini. Lebih baik tadi aku dikelas saja!
"Gini, orang yang saya sukai saat ini sedang didekati oleh seorang
wanita," hah? Jangan bilang dia lagi curhat soal guru olah raga itu!?
"Setiap saya lagi bicara, pasti obrolan saya dengannya langsung
diputus sama wanita tersebut," terpancar sebuah amarah yang berkobar
dari kedua bola matanya. Hiii, kok aku jadi merinding gini ya? Dia
curhat atau cerita serem sih?
"Yang lebih parah, kenapa dia begitu mudahnya terpesona sama wanita
itu!?" aku cuman bisa ketawa mendengar pertanyaannya yang aneh itu.
"Apa kamu ketawa-tawa!?" bentakan Pak Adit sempat membuatku takut, hiks. Tuh kan, salah dikit aja dianya langsung marah...
"Lho? Giovani? Kamu ngapain disini? Ada Pak Adit juga?" ah... Su-suara ini bukannya...
"Ouwi!? Pak Glend!?" tegur Pak Adit sambil berdiri mendadak. Walah, pasti dia kaget, hihihi. "Sedang apa bapak disini?"
"Harusnya saya yang bertanya, Pak," jawab Pak Glend dengan tawanya
yang khas. "Oh ya, Giovani. Sebentar lagi pelajaran saya kan? Kamu
cepeten ganti baju, ya! Yang lain sudah pada ganti baju lho."
Akupun mengangguk kecil mendengar perintah Pak Glend, "iya pak, saya
permisi dulu ya." beserta dengan kalimatku itu, kutinggalkan Pak Adit
dan Pak Glend berduaan. Hihihi, kira-kira wajahnya Pak Adit kalau
deket-deket sama Pak Glend gimana ya? Pasti sifatnya berubah seratus
delapan puluh derajat, hehe.
Hm? Kelas aku kok sepi banget ya? Kayaknya pada ganti baju di toilet
deh. Dari pada harus naik-turun tangga lagi, mending aku ganti baju di
sini aja deh, toh gak ada siapa-siapa. Kubuka kancing kemeja seragamku
secara perlahan, takut-takut kalau kancingnya sampai lepas. Setelah
itu, kubuka celana seragam abu-abuku...
"G-Gion!?" teriak seseorang dari arah belakangku. Dan, oh... Ternyata ada Adam!? "Uhm, lagi apa kamu? K-kok..."
"Hah? Udah jelas kan kalau aku lagi mau ganti baju olah raga?"
tanyaku bingung. Lagian ngapain lagi coba? Ckckck, Adam bener-bener
aneh deh akhir-akhir ini.
"Tapi kenapa disini!?"
"Kamu sendiri kenapa nggak ngajak aku ganti bareng?"
"A-aku nggak tau kamu dimana..."
"Alasan, biasanya juga sms,"
"Aku nggak ada pulsa!"
"Bohong! Kamu pikir aku nggak sadar kalau kamu lagi ngejauhin aku!?"
Adam melebarkan matanya dan menatapku dengan lekat. Kalau
dipikir-pikir lagi, kejadian barusan... Kok aku kayak cewek yang kurang
perhatian sama cowoknya ya!? OMG, apa yang aku pikirkan!? Sudah,
sudah... Hush! Jauhkanlah pikiran negatif ini!
"A-aku mau turun duluan, bye!" pamitku dengan gugup dan melewatinya
begitu saja. Aku bener-bener nggak bisa bayangin... Gimana jadinya kalau
aku dan Adam situasinya terus begini? Aku sendiri nggak tau kenapa dia
berubah gitu. Bahkan aku sendiri bingung sama diriku sendiri, kenapa
aku sampai setakut ini kehilangan dia?
Hah, olah raga kali ini bener-bener nggak bikin aku semangat.
Olahraganya juga ngebosenin, dikit-dikit lari, dikit-dikit push up,
dikit-dikit senam. Padahal biasanya aku semangat, kenapa sekarang nggak
ya?
Nggak kerasa, udah dua jam kita olahraga... Dan bel pulang pun
berbunyi. Untung saja pelajaran olah raga terakhir, jadinya langsung
pulang deh!
"Tunggu, Giovani!" teriak Pak Glend dari kejauhan. "Kamu bisa tolong
beresin bola basketnya kedalem gudang nggak? Tolong ya? Please!" dasar
guru muda... Nggak mau repot. Aku terpaksa menuruti permintaan Pak
Glend.
Kuambil ketiga bola basket itu sekaligus, soalnya males banget
bolak-balik. Gudangnya juga jauh dari lapangan sekolah, jadi ya lebih
baik sekaligus kan?
Wah, ternyata pintunya udah kebuka!? Asik, kalau gini jadinya gampang
deh masuk. Hm? Kenapa ada tulisan 'Pintu Jangan Ditutup!' ya? Ah,
sudahlah. Yang penting aku taruh bola ini dan langsung pulang.
Setelah kutaruh ketiga bola itu, aku mengusap keringat di dahiku
dengan lengan kananku. Tapi... A-aku lagi pusing atau apa ya? Kok
perasaan lemari itu goyang-goyang sih? Kukucek kedua mataku, dan
melihat lemari itu lagi. Kok masih goyang-goyang sih!?
Lemari itu semakin bergoyang, seakan mau jatuh. Dan...
"GION! AWAS!"
BRUGH!
Aku hanya bisa memejamkan kedua kelopak mataku. Kurasakan kedua tangan kekar memelukku.
CKREK!
Su-suara apa itu? Jangan-jangan.... Pintunya!? Pintunya ketutup
gara-gara lemari itu jatuh! Tunggu, kok aku nggak sakit ya? Oh iya! Tadi
aku kan diselametin sama... Sama... Omg, jangan bilang...
"Adam!? Ka-kamu nggak apa-apa!?" tanyaku yang panik karena melihat
tubuhnya diam menindihiku. "A-aku buka pintunya dulu ya," ucapku yang
sambil menggeser tubuh Adam.
Ckrek! Ckrek! Ckrek!
Arrrrgh!? Kenapa pintunya gak bisa dibuka!? Ternyata ini maksud dari
tulisan tadi. Aduh, kalau udah gini apa yang sebaiknya aku lakukan? Si
Adam juga masih diam. Ini gara-gara aku!
"Seseorang! Tolong kamiiiii, kita kekurung disini...!! Please,
keluarin kami!!" hiks, kayaknya percuma aku teriak-teriak dan
memukul-mukul pintu besi yang besar ini. Yang ada tanganku malah sakit.
"Sudahlah, kita disini saja," aku terdiam mendengar suara berat milik
Adam itu. Tiba-tiba saja ia memelukku dari belakang. "Jarang banget
kan kita bisa berdua kayak gini. Hanya ada aku, dan kamu..." bisiknya
ditelinga sebelah kananku.
"A-a-a-adam, kamu jangan bercanda deh, lebih baik kamu pikir...
Mmmph!" belum sempat kalimatku terselesaikan, Adam dengan lencengnya
telah merebut ciuman pertamaku. Dengar baik-baik, DIA MENCURI CIUMAN
PERTAMAKU TEPAT DIBIBIRKU! Adam memang sering mencium keningku, tapi
ini... Ini dibibir... Apa maksudnya?
"Mnnh, Adam... Le-lepasin aku, kamu kenapa sih?" tanpa sadar,
ternyata aku sudah berada dibawahnya lagi. Aku mencoba untuk
menolaknya, tapi Adam sama sekali nggak mendengarkan perkataanku tadi!
Aku kembali panik ketika kedua tangan Adam mulai menyelip kedalam kaos
olahragaku.
"JA-JANGAN...!!" teriakku sekeras mungkin dan mendorong bahu Adam sebisa yang aku bisa.
"Kamu nggak mau?" tanya Adam datar.
"H-hah?" tanyaku balik, karena aku nggak ngerti sama pertanyaannya. "A-aku bukannya nggak mau, tapi... Aku... Aku..."
"Sssst," desis Adam ditelingaku. "Aku janji, kau akan
menikmatinya..." bisiknya dengan nada yang menggoda. Ia kembali
melanjutkan aksinya.
"Mnnnh," Adam masih melumat bibir tipisku dengan lahap. Lalu
ciumannya turun keleherku, dan memberikan sensasi yang belum pernah aku
rasakan sebelumnya. I-ini... Ini salah. Ini nggak logis. Nggak
ilmiah... Aku tahu itu. Tapi, kenapa aku bisa menikmatinya?
Kucoba membuka kedua mataku, dan menatap wajah putih milik Adam. God,
this isn't Adam! Adam yang aku kenal nggak seperti ini. Adam yang aku
kenal nggak egois! A-aku harus menghentikan aksi ini, aku nggak suka
Adam yang seperti ini!
Selagi Adam masih asik melahap leherku, aku mencoba untuk meraih
barbel yang berada didekatku. Maaf, Adam. Tapi aku terpaksa melakukan
ini!
"SADARLAH, ADAM!"
BRUK!
Dengan sekuat tenaga, aku mengayunkan tanganku dan menimpuk tubuh
Adam dengan barbel tadi. Lagi-lagi Adam nggak ada suaranya, posisinya
tidur tengkurap. Dengan ragu, aku mendekati sosok Adam yang tidak
bergerak itu. Aku menyentuh bahunya dengan jari telunjukku
berkali-kali.
"H-hei, Adam... Maaf ya, aku reflek. Soalnya aku nggak biasa," krik
krik krik, masih nggak ada jawaban dari Adam. Lalu aku membalikkan
badannya, dan... HIIIIII!? Hidungnya berdarah!? Gimana ini? Gimana ini?
"Adam hebat deh, kok bisa sih tiba-tiba langsung tidur?" ucapku dengan nada meledek, namun masih nggak ada respon dari Adam.
"Uhrm, Adam... Kerasa bau aneh nggak?" aku mencopot salah satu
sepatuku dan kutempel dihidungnya Adam. Hyaaa!? Dia masih belum sadar?
Padahal baunya lumayan lho. Gimana ini? Sampe sepatu aku nggak mempan
juga?
"Adam, ini ada laba-laba lho... Tuh laba-labanya ada ditangan kamu,"
UAPA!? Adam masih nggak respon juga? Padahal dia paling takut sama
laba-laba... Gawat... Jangan-jangan, aku udah... Udah ngebunuh Adam!?
Uwaaaa, bagaimana nasibku nanti? Begitu pintu ini dibuka, dan ditemukan
mayatnya Adam, semua reporter ngejar-ngejar aku dan akhirnya aku masuk
koran yang headlinenya "SEORANG SISWA MEMBUNUH SAHABATNYA SENDIRI DI
GUDANG OLAH RAGA SEKOLAH." bagaimana nasibku nanti? Masuk penjara? Ooh
nooo...! Aku nggak mau!
"KENAPA GUE BERDARAH!?" aku terdiam setelah melihat lelaki yang hidungnya berdarah ini tiba-tiba bangun dari alam baka.
"KENAPA JUGA GUE ADA DI GUDANG!? DAN... Eh? Gion!?" dia masih hidup? A-adam masih hidup!? ADAM MASIH HIDUP!?
"Hyaaaa, Adaaaam! I miss you so much! I miss you so well! Or apalah
itu... Yang penting aku seneng banget kamu masih hidup!" tanpa ba-bi-bu
lagi, aku langsung loncat dan memeluk Adam dengan erat. Aku bener-bener
senang kalau ia masih hidup!
"O-oi, kamu nggak apa-apa Gion?" ucap Adam yang sambil melepas
pelukanku. Ia mengusap setiap tetesan mataku, "kamu jangan nangis!
Lagian kenapa aku sama kamu bisa ada disini sih? Ayo kita keluar!" ajak
Adam sembari menarik pergelangan tanganku.
"Ta-tapi, kita kan nggak bisa keluar?"
"Hah? Kenapa?"
"Kamu nggak inget? Kita kekurung di gudang ini, soalnya pintunya rusak..."
"WHAT!?"
Aneh... Kenapa dia nggak bisa inget kejadian tadi ya? A-apa dia nggak inget juga tentang apa yang udah dia lakuin ke aku?
"Kamu duduk disini dulu aja. Biar aku dobrak dulu pintunya," Adam
memberikan himbauan padaku, dan ia segera berjalan kearah pintu gudang.
Pukulan pertama... Gagal. Tendangan pertama, gagal juga. Tendangan
kedua, ketiga, dan seterusnya... Juga gagal.
"Sudahlah, kita tunggu saja sampai pagi nanti..." ucapku yang lemah,
mungkin batreiku sudah mau habis. "Lagian udah malem kayak gini, mana
mungkin kan ada orang?" entah sadar atau tidak, butiran air mata kembali
membanjiri pipiku. Nggak ada yang bisa aku lakukan lagi, selain
membenamkan wajahku diantara kedua lututku. Aku nggak mau kalau Adam
melihatku menangis lagi.
"Jangan nangis," bisik adam yang sekarang tengah memeluk bahuku. "Kita bakal selamat kok, malem ini juga... Yakin deh!"
Aku tersenyum tipis melihat Adam yang seperti ini. Yep, Adam yang aku
kenal. Adam yang selalu bisa menenangkanku, yang selalu ada untuk
melindungiku. Aku menyukai Adam yang seperti ini....
"Adam, apa betul kamu nggak ingat kejadian tadi?" tanyaku pelan.
"Kejadian apa?"
"Tadi, kejadian setelah pintu terkunci?"
"Nggak. Yang aku tau, aku berniat negor kamu yang lagi bengong natap
lemari, terus lemari itu jatoh, dan aku langsung nyelametin kamu...
Habis itu..."
"Habis itu?" tanyaku penasaran. Kulihat wajah tampan milik Adam, dan
terlihat ekspressi kaget sekaligus shock yang tergambar dari wajahnya
itu. Adam langsung melepas pelukannya dan langsung menjauh dariku.
"A-aku lagi mau mikir jalan keluarnya dulu ya," ucapnya dengan gugup.
Ada apa dengannya? Kenapa gugup gitu ya? Hah... Sudahlah, aku juga
capek banget rasanya. Aku nggak bisa mikir apa-apa lagi.
Setengah jam sudah berlalu...
Satu jam sudah berlalu...
Satu setengah jam sudah berlalu...
"Hei, Adam..." tegurku lemas. "Kita main sambung kata yuk? Biar kita semangat..."
"Hm..." balas Adam yang nggak kalah lemasnya denganku. "Aku duluan ya?" aku mengangguk pelan sebagai jawaban 'ya'.
"Anggur..."
"Gurame..."
"Mentega..."
"Gangan udang..."
"Anggur..."
"Kok Anggur lagi sih?" protesku yang hanya dibalas dengan tawa khas milik Adam.
"Adam... Aku kedinginan," ucapku asal. Nggak asal juga sih, tapi
emang kedinginan bener. "Kamu duduk disebelahku aja, Dam. Jangan
jauh-jauh kayak gitu..."
Adam melirikku untuk sesaat, dan kemudian mengalihkan pandangannya ke sudut lain. "Nggak." jawabnya singkat.
"Kenapa?" tanyaku dengan kecewa. Padahal tadi dia nggak keberatan mau meluk aku kayak gimana juga.
"Aku... Aku nggak mau lepas kendali lagi," kali ini aku yang melebarkan kedua mataku. Dia... Dia ingat kejadian tadi!?
"Ka-kamu..."
"Tadi aku emang bener-bener lupa, tapi setelah kamu nanya lagi... Aku
jadi ingat lagi," aaaaa, gimana ini? Dia ingat kejadian tadi? Aduh,
aku kok jadi malu gini ya?
"Maaf ya..." ucap Adam yang masih membelakangiku.
"A-ah.. Nggak apa-apa kok. Aku nggak marah kok, aku cuman...
Kaget..." ruangan ini kembali hening lagi. Hanya ada suara jangkrik
diluar sana yang menemaniku dan Adam.
"Bersahabat denganmu... Aku, aku nggak berpikir kalau aku bisa
merasakan perasaan ini diantara persahabatan kita," aku masih menatap
punggung Adam tanpa mengedipkan mata sekalipun.
"Aku kesal waktu kamu berdekatan dengan orang lain selain aku.
Awalnya aku nggak tau kenapa... Tapi, aku sadar... Pikiranku mulai
melantur kemana-mana, aku tau ini nggak logis, tapi... Aku ingin kamu
menjadi milikku, Gion. Hanya aku seorang. Aku nggak mau berbagi dengan
yang lain. Maaf ya, aku ingin sekali memilikimu... Maaf, kalau aku ini
egois..."
Aku masih terdiam mendengar kalimat Adam barusan. Aku berusaha
mengingat kembali apa yang ia katakan tadi... Apa aku nggak salah
dengar?
Dengan segenap keberanian, aku melangkahkan kakiku. Aku ingin berada disampingnya.
"Peluk..."
"H-hah?"
"Peluk aku, aku kedinginan!"
"Kamu ini denger penjelasanku tadi nggak sih!? Aku kan..."
"BIARIN!"
Dengan satu kali teriak, Adam langsung menutup mulutnya dengan rapat.
"Kamu nangis?" tanya Adam yang lagi-lagi mengusap pipi kananku. Aku hanya menggeleng kecil, dan langsung memeluknya.
"Aku... Aku nggak tau kalau ini logis apa nggak. Tapi, aku ingin
lebih mengenal dirimu! Aku ingin selalu berada disampingmu! Aku..." aku
nggak bisa melanjutkan kalimatku tadi. Aku nggak peduli lagi akan
logis atau nggak logisnya tentang perasaan ini, yang pasti... Aku nggak
mau kalau harus kehilangan Adam. Aku mau selalu berada disampingnya
"Mau logis atau nggak, pokoknya sekarang aku mau memelukmu!" tubuhku
yang tadinya dingin, kini kembali hangat karena aku sedang berada
didalam pelukan si Adam yang paling kusayangi ini.
Aku menatapnya sesaat, Adampun menatapku penuh arti. Kita berdua tersenyum.
Ya... Mau logis atau tidak, aku nggak peduli. Karena aku begitu menyayanginya.
Perlahan-lahan wajah Adam mendekat kewajahku. Akupun berinisiatif
untuk mendekatkan wajahku juga. Hidung kami bertemu, dan tak lama...
Bibirku bertemu dengan bibirnya. Ia kembali mencium bibirku, namun kali
ini terasa lembut dan... Hangat....
GREK!!
"Adam! Giovani! Kalian ada di da...lam?" sebuah sinar terang
menyinariku dan Adam yang tengah berpelukan dan sedang berciuman.
Dengan posisi masih berpelukan, mulutku terbuka lebar menatap
orang-orang yang barusan saja membuka pintu gudang olahraga.
Satu...
Dua...
Tiga...
"SORRY! SORRY! SAYA... SAYA NGGAK TAU KALAU KALIAN LAGI... LAGI... 'GITU'!"
"Adam! Lu malu-maluin banget dah mau 'gituan' aja harus di gudang!"
"Tau! Ini kita pinjamkan uang biar kalian mendapatkan tempat yang pantas!"
"Percuma kita nyari-nyari mereka berdua, nggak taunya lu berdua malah asik-asikan 'gituan'!"
G-gimana ini? Mereka ngeliat aku sama Adam ciuman!? Ditambah ada Pak
Julian yang senternya lurus menerangiku yang jelas-jelas lagi ciuman
sama Adam. Yaampun, apa yang harus aku lakukan? Lebih baik aku pingsan
saja...
"Ki-kita nggak kayak gitu!? Kalian salah paham!? L-lho? Gion! Gion!
Bangun! Arrrgh, pusing gue!" maaf ya Adam, mendingan kamu aja yang
jelasin ke Pak Julian sama anak-anak kelas XII IPS 1. Aku pingsan dulu
ya... Hiks, gimana nasib aku nanti? Gimana reaksi temen-temen nanti
begitu tau kalau aku sama Adam ada 'sesuatu'? Hah... Pasrah aja deh
aku...
Bgus , udah selesai atau ada lnjutannya kah , ceritanya udh lama tapi bru baca hehe